Jakarta (Antara) - Koordinator konservasi gajah dan harimau WWF
Indonesia Sunarto mengatakan bahwa Indonesia memerlukan lebih banyak
polisi hutan dan teknisi kehutanan untuk mencegah kerusakan hutan.
"Untuk mencegah kerusakan habitat dan perburuan harimau, kita memerlukan lebih banyak polisi dan teknisi kehutanan berada di lapangan," ujar dia di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, selama ini WWF terus mendorong dan membantu Kementerian Kehutanan untuk menciptakan pengelolaan kawasan lindung yang lebih baik melalui partisipasi aktif masyarakat.
"Hutan Sumatera tak hanya penting bagi keberlangsungan hidup satwa khas Sumatera seperti harimau, tetapi juga menjadi penyangga kehidupan manusia. Oleh sebab itu, semua pihak semestinya turut mengambil peran aktif untuk pemulihannya," katanya.
Salah satu upaya nyata bagi perlindungan habitat harimau Sumatera, lanjut dia, adalah dengan mempertahankan dan bahkan menambah luasan hutan alam, bukannya dengan membiarkan hutan alam semakin berkurang. Pemulihan habitat harimau seharusnya menjadi komitmen bersama segenap komponen bangsa.
"Masyarakat luas dapat dan perlu turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan satwa langka. Akibat dari kegiatan atau apa yang kita konsumsi sehari-hari, langsung maupun tidak langsung turut menyebabkan keterancaman harimau Sumatera dan hutan di Indonesia," katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, menjaga kelestarian satwa kebanggaan nasional tak hanya tanggung jawab Kementerian Kehutanan atau masyarakat sekitar hutan, namun juga segenap bangsa Indonesia. Kelestarian atau keterancaman harimau dan lingkungan adalah indikator dari martabat dan jati diri bangsa.
Berdasarkan Daftar Merah IUCN tahun 2008, sebanyak 51 ekor harimau Sumatera terbunuh setiap tahunnya, sementara 76 persen di antaranya akibat perdagangan gelap.
"Untuk mencegah kerusakan habitat dan perburuan harimau, kita memerlukan lebih banyak polisi dan teknisi kehutanan berada di lapangan," ujar dia di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, selama ini WWF terus mendorong dan membantu Kementerian Kehutanan untuk menciptakan pengelolaan kawasan lindung yang lebih baik melalui partisipasi aktif masyarakat.
"Hutan Sumatera tak hanya penting bagi keberlangsungan hidup satwa khas Sumatera seperti harimau, tetapi juga menjadi penyangga kehidupan manusia. Oleh sebab itu, semua pihak semestinya turut mengambil peran aktif untuk pemulihannya," katanya.
Salah satu upaya nyata bagi perlindungan habitat harimau Sumatera, lanjut dia, adalah dengan mempertahankan dan bahkan menambah luasan hutan alam, bukannya dengan membiarkan hutan alam semakin berkurang. Pemulihan habitat harimau seharusnya menjadi komitmen bersama segenap komponen bangsa.
"Masyarakat luas dapat dan perlu turut berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan satwa langka. Akibat dari kegiatan atau apa yang kita konsumsi sehari-hari, langsung maupun tidak langsung turut menyebabkan keterancaman harimau Sumatera dan hutan di Indonesia," katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, menjaga kelestarian satwa kebanggaan nasional tak hanya tanggung jawab Kementerian Kehutanan atau masyarakat sekitar hutan, namun juga segenap bangsa Indonesia. Kelestarian atau keterancaman harimau dan lingkungan adalah indikator dari martabat dan jati diri bangsa.
Berdasarkan Daftar Merah IUCN tahun 2008, sebanyak 51 ekor harimau Sumatera terbunuh setiap tahunnya, sementara 76 persen di antaranya akibat perdagangan gelap.
0 komentar:
Posting Komentar