Apakah Gunungapi itu?
Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak
bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan
bumi. Material yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut
terpancung.
*Klasifikasi Gunung Api
Gunungapi diklasifikasikan ke dalam empat sumber erupsi, yaitu:
1. Erupsi Pusat
Erupsi keluar melalui kawah utama.
2. Erupsi Samping
Erupsi keluar dari lereng tubuhnya.
3. Erupsi Celah
Erupsi yang muncul pada retakan/sesar, dapat memanjang sampai beberapa
kilometer.
4. Erupsi Eksentrik
Erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang
menyimpang ke samping, melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan
tersendiri.
Berdasarkan tinggi-rendahnya derajat fragmentasi dan luasan, juga kuat-lemahnya
letusan serta tinggi tiang asap, maka gunungapi dibagi menjadi beberapa tipe
erupsi, yaitu:
Tipe Hawaiian
Erupsi eksplosif dari magma basaltik atau mendekati basal. Pada umumnya berupa
semburan lava pijar dan sering diikuti leleran lava secara simultan, yang
terjadi pada celah atau kepundan sederhana.
Tipe Strombolian
Erupsinya hampir sama dengan Hawaiian berupa semburan lava pijar dari magma
yang dangkal. Pada umumnya terjadi pada gunungapi aktif di tepi benua atau di
tengah benua.
Tipe Plinian
Erupsi sangat ekslposif dari magma berviskositas tinggi atau magma asam, dimana
komposisi magma bersifat andesitik sampai riolitik. Material yang dierupsikan
berupa batuapung dalam jumlah besar.
Tipe Sub-Plinian
Erupsi eksplosif dari magma asam (riolitik) dari gunungapi strato. Tahap erupsi
efusifnya menghasilkan kubah lava riolitik. Erupsi sub-plinian dapat
menghasilkan pembentukan ignimbrit.
Tipe Ultra-Plinian
Erupsi sangat eksplosif menghasilkan endapan batuapung lebih banyak dan lebih
luas daripada Plinian biasa.
Tipe Vulkanian
erupsi magmatis berkomposisi andesit basaltik sampai dasit. Pada umumnya
melontarkan bom-bom vulkanik atau bongkahan di sekitar kawah dan seringkali
disertai bom kerak-roti atau permukaannya retak-retak. Material yang
dierupsikan tidak hanya selalu berasal dari magma, tetapi bercampur dengan
batuan samping berupa litik.
Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplinian
kedua tipe ini merupakan erupsi yang terjadi pada pulau gunungapi, gunungapi
bawah laut, atau gunungapi yang berdanau kawah. Surtseyan merupakan erupsi
interaksi antara magma basaltik dengan air permukaan atau bawah permukaan.
Letusannya disebut freatomagmatik. Tipe freatoplinian mempunyai proses kejadian
yang sama dengan Surtseyan, namun magma yang berinteraksi dengan air
berkomposisi riolitik.
Sumber:
http://piba.tdmrc.org
*Bentuk Gunung Api
Bentuk dan bentang alam gunungapi, terdiri atas:
Kerucut
Dibentuk oleh endapan piroklastik atau lava atau keduanya.
Kubah
Dibentuk oleh terobosan lava di kawah, membentuk seperti kubah.
Kerucut Sinder
Dibentuk oleh perlapisan material sinder atau skoria.
Maar
Biasanya terbentuk pada lereng atau kaki gunungapi utama akibat letusan freatik
atau freatomagmatik.
Plateau
Dataran tinggi yang dibentuk oleh pelamparan leleran lava.
Gambar 1. Penampang Suatu Gunungapi dan Bagian-bagiannya
[Sumber: Krafft (1989) dengan modifikasi]
Struktur gunungapi terdiri dari:
(1) struktur kawah; merupakan bentuk morfologi negatif atau depresi akibat
kegiatan suatu gunungapi, dimana bentuknya relatif bundar.
(2) kaldera; bentuk morfologinya seperti kawah, tetapi garis tengahnya lebih
dari 2 km. Kaldera terdiri dari kaldera letusan (terjadi akibat letusan besar
yang melontarkan sebagian besar tubuhnya), kaldera runtuhan (terjadi karena
runtuhnya sebagian tubuh gunungapi akibat pengeluaran material yang sangat
banyak dari dapur magma), kaldera resurgent (terjadi akibat runtuhnya sebagian
tubuh gunungapi, diikuti dengan runtuhnya blok bagian tengah), dan kaldera
erosi (terjadi akibat erosi terus-menerus pada dinding kawah, hingga melebar
menjadi kaldera).
(3) rekahan dan graben; merupakan retakan-retakan atau patahan pada tubuh
gunungapi yang memanjang mencapai puluhan kilometer dan dalamnya ribuan meter.
Rekahan paralel yang mengakibatkan amblasnya blok diantara rekahan disebut
graben.
(4) depresi volkano-tektonik; pembentukannya ditandai dengan deretan pegunungan
yang berasosiasi dengan pembentukan gunungapi akibat ekspansi volume besar
magma asam ke permukaan, yang berasal dari kerak bumi. Depresi ini dapat
mencapai ukuran puluhan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.
*Kapan Gunung Berapi terbentuk
Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu hingga
sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan
manusia purba yang mempunyai hubungan dekat dengan gunungapi. Hal tersebut
diketahui dari penemuan fosil manusia di dalam endapan vulkanik. Sebagian besar
penemuan fosil tersebut ditemukan di Afrika dan Indonesia, berupa tulang
belulang manusia, yang terkubur oleh endapan vulkanik. Sebagai contoh, banyak
ditemukan kerangka manusia di kota Pompeii dan Herculanum, yang terkubur oleh
endapan letusan G. Vesuvius pada tahun 79 Masehi. Fosil yang terawetkan baik
pada abu vulkanik berupa tapak kaki manusia Australopithecus berumur 3,7 juta
tahun di daerah Laetoli, Afrika Timur. Penanggalan fosil dari kerangka manusia
tertua, Homo babilis, berdasarkan potassium-argon (K-Ar) didapatkan umur 1,75
juta tahun di daerah Olduvai. Penemuan fosil yang diduga sebagai manusia pemula
Australopithecus afarensis berumur 3,5 juta tahun di Hadar, Ethiopia dan
penanggalan umur benda purbakala tertua yang terbuat dari lava berumur 2,5 juta
tahun, ditemukan di Danau Turkana, Afrika Timur. Perkembangan benda-benda purba
dari yang sederhana kemudian meningkat menjadi benda-benda yang disesuaikan
dengan kebutuhan sehari-hari, seperti pemotong, kapak tangan dan lainnya,
terbuat dari obsidian yang berumur Paleolitik Atas.
*Dimanakah Gunung Api Terbentuk
Gunungapi terbentuk pada empat busur, yaitu busur tengah
benua (terbentuk akibat pemekaran kerak benua, busur tepi benua (terbentuk
akibat penunjaman kerak samudara ke kerak benua), busur tengah samudera
(terbentuk akibat pemekaran kerak samudera), dan busur dasar samudera
(terbentuk akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera).
*Mengapa Gunung Api terbentuk
Pengetahuan tentang lempeng tektonik merupakan pemecahan
awal dari teka-teki fenomena alam, termasuk deretan pegunungan, benua,
gempabumi, dan gunungapi. Planet bumi mepunyai banyak cairan dan air di
permukaan. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi pembentukan dan komposisi
magma serta lokasi terbentuknya gunungapi.
Panas bagian dalam bumi merupakan panas yang dibentuk selama
pembentukan bumi—sekitar 4,5 miliar tahun lalu—bersamaan dengan panas yang
timbul dari unsur radioaktif alami, seperti elemen-elemen isotop K, U, dan Th
terhadap waktu. Bumi pada saat terbentuk lebih panas, namun kemudian berangsur
mendingin, sesuai dengan perkembangan sejarahnya. Pendinginan tersebut terjadi
akibat pelepasan panas dan intensitas vulkanisme di permukaan. Perambatan panas
dari dalam bumi ke permukaan secara konveksi, dimana material-material yang
terpanaskan pada dasar mantel berkedalaman 2.900 km di bawah muka bumi bergerak
menyebar dan menyempit di sekitarnya. Pada bagian atas mantel, sekitar 7,35 km
di bawah muka bumi, material-material tersebut mendingin dan menjadi padat,
kemudian tenggelam lagi ke dalam aliran konveksi tersebut. Litosfir termasuk
juga kerak pada umumnya, yang mempunyai ketebalan 70,120 km, terpecah menjadi
beberapa fragmen besar yang dikenal sebagai lempeng tektonik. Lempeng bergerak
satu sama lain dan juga menembus ke arah konveksi mantel. Bagian alas litosfir
melengser di atas zona lemah bagian atas mantel, yang dikenal sebagai
astenosfir. Bagian lemah astenosfir terjadi pada saat atau dekat suhu dimana
mulai terjadi pelelehan, dan sebagai konsekuensinya beberapa bagian astenosfir
melebur, meskipun sebagian besar masih padat. Kerak benua mempunyai ketebalan
lebih kurang 35 km, berdensiti rendah dan berumur 1,2 miliar tahun. Kerak
samudera lebih tipis, sekitar 7 km, lebih padat dan berumur tidak lebih dari
200 juta tahun. Kerak benua posisinya lebih atas daripada kerak samudera karena
adanya perbedaan berat jenis. Keduanya mengapung di atas astenosfir.
*Bagaimana Proses terbentuknya Gunung Api
Pergerakan antar lempeng menimbulkan empat busur gunungapi
berbeda.
Pada pemekaran kerak benua, lempeng bergerak saling menjauh,
sehingga memberikan kesempatan magma bergerak ke permukaan. Kemudian terbentuk
busur gunungapi tengah samudera.
Pada saat terjadi tumbukan antar kerak, dimana kerak samudera
menunjam di bawah kerak benua dan menimbulkan gesekan antarkerak, terjadilah
peleburan batuan. Selanjutnya lelehan batuan ini bergerak ke permukaan melalui
rekahan membentuk busur gunungapi di tepi benua.
Kerak benua menjauh satu sama lain secara horizontal,
sehingga menimbulkan rekahan atau patahan. Patahan atau rekahan tersebut
menjadi jalan keluar lelehan batuan atau magma ke permukaan, sehingga terbentuk
busur gunungapi tengah benua atau banjir lava sepanjang rekahan.
Penipisan kerak samudera akibat pergerakan lempeng
memberikan kesempatan kepada magma menerobos ke dasar samudera. Terobosan magma
ini merupakan banjir lava yang membentuk deretan gunungapi perisai.
*Bahaya Gunung Api
Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara langsung
(primer) maupun tidak langsung (sekunder) bagi kehidupan manusia. Bahaya
langsung akibat letusan gunungapi adalah:
1. Leleran lava
Leleran lava merupakan cairan lava yang pekat dan panas, dapat merusak segala
infrastruktur yang dilaluinya. Kecepatan aliran lava tergantung dari kekentalan
magmanya, makin rendah kekentalannya, maka makin jauh jangkauan alirannya. Suhu
lava pada saat dierupsikan berkisar antara 800 – 1.200 oC. Pada umumnya,
leleran lava yang dierupsikan gunungapi di Indonesia, komposisi magmanya
bersifat menengah. Pergerakannya cukup lamban, sehingga manusia dapat
menghindarkan diri dari terjangannya.
2. Aliran piroklastik (awan panas)
Aliran piroklastik dapat terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi plinian,
letusan langsung ke satu arah, guguran kubah lava atau lidah lava, dan aliran
pada permukaan tanah (surge). Aliran piroklastik dikontrol oleh gravitasi dan
cenderung mengalir melalui daerah rendah atau lembah. Mobilitas tinggi aliran
piroklastik dipengaruhi oleh pelepasan gas dari magma atau lava atau dari udara
yang terpanaskan pada saat mengalir. Kecepatan aliran mencapai 150-250 km/jam
dengan jangkauan mencapai puluhan kilometer meskipun bergerak di atas air/laut.
3. Jatuhan piroklastik
Jatuhan piroklastik terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap cukup
tinggi. Pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah angin,
kemudian jatuh lagi ke muka bumi. Hujan abu ini bukan merupakan bahaya langsung
bagi manusia, tetapi endapan abunya akan merontokkan daun-daun dan pepohonan
kecil, sehingga merusak agro dan pada ketebalan tertentu dapat merobohkan atap
rumah. Sebaran abu di udara dapat menggelapkan bumi beberapa saat, serta
mengancam bahaya bagi jalur penerbangan.
4. Lahar letusan
Lahar letusan terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Apabila volume
air alam kawah cukup besar akan menjadi ancaman langsung saat terjadi letusan
dengan menumpahkan lumpur panas.
5. Gas vulkanik beracun
Gas beracun umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO, CO2, HCN, H2S, SO2,
dan lain-lain. Pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh.
Bahaya sekunder terjadi saat dan/atau setelah gunungapi
aktif.
1. Lahar Hujan
Lahar hujan terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi gunungapi yang
diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut oleh hujan atau air permukaan.
Aliran lahar ini berupa aliran lumpur yang sangat pekat, sehingga dapat
mengangkut material berbagai ukuran. Bongkahan batu besar berdiameter lebih
dari 5 meter dapat mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat merubah
topografi sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur.
2. Banjir bandang
Banjir bandang terjadi akibat pelongsoran material vulkanik lama pada lereng
gunungapi karena jenuh air atau curah hujan cukup tinggi. Aliran lumpur ini
tidak begitu pekat seperti lahar, tetapi cukup membahayakan bagi penduduk yang
bekerja di sungai, jika terjadi secara tiba-tiba.
3. Longsoran vulkanik
Longsoran vulkanik dapat terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi uap air,
alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadi rapuh, atau terkena
gempabumi berintensitas kuat. Longsoran vulkanik jarang terjadi pada gunungapi
umum, sehingga dalam peta kawasan rawan bencana tidak mencantumkan bahaya
akibat longsoran vulkanik ini.
*Pengulangan Bencana Letusan Gunung Api
Dalam penanggulangan bencana letusan gunungapi dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi letusan, saat terjadi
letusan, dan sesudah terjadi letusan.
1. Sebelum terjadi letusan
Melakukan pemantauan dan pengamatan aktivitas semua
gunungapi aktif.
Membuat dan menyediakan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta
Zona Risiko Bahaya Gunungapi, yang didukung dengan dengan Peta Geologi
Gunungapi.
Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan
gunungapi.
Melakukan bimbingan dan pemberian informasi kegunungapian.
Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika,
dan geokimia di gunungapi.
Melakukan peningkatan sumber daya manusia dan pendukungnya
(sarana dan prasarana).
2. Saat terjadi letusan
3. Setelah terjadi letusan
Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil
letusan.
Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya lanjutan.
Memberikan saran penanggulangan bahaya.
Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka
panjang.
Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
Melanjutkan pemantauan rutin.
*Klasifikasi Gunung Api di Indonesia
Tipe A Gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik
sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600
Tipe B Gunungapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik,
namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.
Tipe C Gunungapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun
masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkah lemah.
Jumlah dan Sebaran Gunungapi di Indonesia
*Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunung Api
Aktif Normal (Level I) Kegiatan gunungapi berdasarkan
pengamatan dari hasil visual, kegempaan, dan gejala vulkanik lainnya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
Waspada (Level II) Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak
secara visual, atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan, dan gejala vulkanik
lainnya.
Siaga (Level III) Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual
(pemeriksaan kawah), kegempaan, dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan
analisa, perubahan aktivitas cenderung diikuti terjadinya letusan.
Awas (Level IV) Menjelang letusan utama, letusan awal dimulai dengan keluarnya
abu/asap. Berdasarkan analisa data pengamatan, segera akan diikuti terjadinya
letusan utama.
Model rumah yang disarankan untuk daerah di sekitar
gunungapi agar terhindar dari beban endapan abu gunung Api.
• Kemiringan atap 450
• Tiang penopang atap lebih rapat, dibantu dengan tiang diagonal.
• Atap (dianjurkan) terbuat dari seng agar tahan terhadap panas lontaran batu
pijar.